Rambut dan janggut
Ketika umat Kristen pada awalnya tidak menunjukkan Kristus sebagai penguasa surgawi, mereka menggambarkan Yesus sebagai seorang laki-laki pada umumnya: tanpa janggut dan berambut pendek.
Tetapi mungkin, sebagai seorang bijaksana yang mengembara, Yesus mungkin akan memiliki janggut, untuk alasan sederhana bahwa dia tidak pergi ke tukang potong rambut.
Secara umum janggut dianggap sebagai hal yang membedakan seorang filsuf (yang berpikir tentang hal-hal yang tinggi) dari orang kebanyakan. Gambaran filsuf ini dianggap "sesuai dengan alam".
Sumber gambar, Alamy I Getty Images
Namun, pada abad ke-1 Graeco-Romawi, berpenampilan bersih dengan janggut dicukur dan rambut pendek dianggap sangat penting. Rambut yang gondrong dan janggut merupakan gambaran orang yang saleh, tidak ditiru dalam dunia fashion pria. Bahkan seorang filsuf membuat rambutnya tetap pendek.
Janggut bukan merupakan penampilan khas orang Yahudi di zaman dulu.
Bahkan salah satu masalah bagi para penindas kaum Yahudi di masa yang berbeda untuk mengidentifikasikan mereka ketika mereka tampak serupa satu sama lain (satu poin yang dibuat dalam buku Maccabees).
Bagaimanapun, gambaran pria Yahudi dalam koin Judaea Capta, yang diterbitkan oleh Roma setelah menguasai Jerusalem pada 70 Sebelum Masehi, mengidikasikan menangkap pria yang berjanggut.
Jadi Yesus, sebagai seorang filsuf dengan penampilan yang "alami" mungkin memiliki janggut yang pendek, seperti pria yang digambarkan dalam uang logam Judaea Capta, tetapi rambutnya mungkin tidak begitu panjang.
Jika dia memiliki rambut yang sedikit panjang, kita mungkin berharap sejumlah reaksi. Pria Yahudi yang memiliki janggut tak beratur dan rambut yang sedikit panjang diidentifikasi sebagai orang yang bersumpah Nazir. Ini artinya mereka akan mendedikasikan diri mereka kepada Tuhan untuk jangka waktu tertentu, tidak minum anggur atau memotong rambut mereka dan pada akhir periode ini mereka akan mencukur kepala mereka dalam sebuah upacara khusus di Jerusalem (seperti digambarkan dalam Kisah Para Rasul surat 21, ayat 24).
Tetapi Yesus tidak melakukan sumpah Nazir, karena dia sering kali dijumpai minum anggur, kritik terhadapnya menuduh dia terlalu banyak minum, terlau banyak (Matthew surat 11, ayat 19).
Jika dia memiliki rambut panjang dan tampak seperti kaum Nazir, kita akan mendengarkan sejumlah komentar terhadap ketidaksesuaian antara bagaimana penampilan dia dan apa yang dia lakukan, masalah itu bisa jadi hanya karena dia minum anggur.
Di masa Yesus, orang yang kaya memakai jubah panjang pada acara khusus, untuk menunjukkan status mulia mereka di masyarakat.
Dalam salah satu ajaran Yesus, dia mengatakan, "Waspada terhadap juru tulis, yang berhasrat untuk berjalan dalam jubah panjang (stolai), dan untuk memperoleh penghormatan di pasar-pasar, dan mendapatkan kursi utama di dalam sinagoga dan tempat terhormat dalam perjamuan (Mark surat 12, ayat 38-39).
Perkataan Yesus ini secara umum dipertimbangkan sebagai bagian yang lebih akurat dari ajaranya, jadi dari itu kita dapat mengasumsikan Yesus tidak menggunakan jubah.
Sumber gambar, Yale CollectionsPublic Domain
Secara umum seorang pria di masa Yesus akan menggunakan tunik sepanjang lutut, kaftan dan untuk perempuan akan yang menggunakan sepanjang mata kaki.
Ketika abad ke-2 Surat Paul dan Thecla, ketika Thecla, seorang perempuan, menggenakan tunik pendek (untuk laki-laki) maka ini mengejutkan. Tunik ini seringkali memiliki garis berwarna yang menjuntai dari bagian bahu keliman dan dapat dijalin menjadi satu potong.
Di bagian atas tunik Anda dapat menggunakan mantel, himation, dan kita mengetahui bahwa Yesus menggunakan salah satu dari ini karena kain ini yang disentuh seorang perempuan ingin disembuhkan oleh dia (lihat, sebagai contoh, Mark surat 5, ayat 27).
Sebuah mantel besar yang berbahan wol, meski itu tidak terlalu tebal dan untuk menghangatkan Anda harus menggunakannya dua buah.
Sebuah himation (seperti selendang), yang dapat digunakan dengan berbagai cara, seperti selendang, dapat dijulurkan sampai lutut dan dapat juga menutupi tunik pendek. (Filsuf pertama bahkan menggunakan himation yang besar tanpa tunik, dan bagian bahu atas mereka tampak terbuka, tetapi itu merupakan cerita lain).
Sumber gambar, Wiki commons
Kekuasaan dan wibawa ditunjukkan dengan kualitas, ukuran dan warna mantel-mantel ini. Ungu dan warna biru menunjukkan kemegahan dan harga diri. Warna-warna kerajaan ini karena pewarna yang digunakannya sangat langka dan mahal.
Tetapi warna-warna juga menunjukkan sesuatu yang lain. Sejarawan Josephus menggambarkan Zealots (sebuah kelompok Yahudi yang ingin mendesak Romanwi keluar dari Judais) sebagai sekelompok wadam pembunuh yang menggunakan "mantel-mantel berwarna" - chlanidia - yang menunjukkan bahwa mereka pakaian perempuan.
Sumber gambar, CNG Coins
Ini menunjukkan laki-laki yang sesunguhnya, kecuali mereka memiliki status tertinggi, harus menggunakan pakaian yang tidak berwarna.
Bagaimanapun, Yesus tidak menggunakan warna putih. Ini merupakan ciri khas, yang membutuhkan pemutih atau kapur dan di Judea itu terkait dengan sebuah kelompok yang disebut Essenes, yang mengikuti interpretasi yang ketat dari hukum Yahudi.
Perbedaan antara pakaian Yesus dan cahaya, dijelaskan dalam Markus surat 9, ketika ketiga rasul menemani Yesus ke gunung untuk berdoa, dan dia mulai memancarkan cahaya.
Mark menjelaskan bahwa himatia Yesus ( bisa disebut pakaikan atau pakaian daripada "mantel") mulai berkilau berwarna putih, sepertinya tak ada yang dapat memutihkan mereka di bumi ini. Sebelum perubahan bentuk Yesus, digambarkan Mark sebagai seorang manusia biasa, yang menggunakan pakaian biasa, dalam hal ini bahan wool tak berwarna.
Sumber gambar, Gabi Laron
Kakinya, Yesus akan menggunakan sandal. Setiap orang menggunakan sandal.
Di gua-gua gurun pasir yang dekat dengan Laut Mati dan Masada, sandal di masa Yesus sangatlah tipis, jadi kita dapat mengetahui seperti apa bentuknya.
Sandal itu sangat sederhana, yang terbuat dari kulit dan di bagian atas ada tali pengikat yang melingkar ke jari.
Dan bagaimana dengan wajah Yesus? Yesus merupakan orang Yahudi atau (Judaean) pasti itu akan ditemukan secara berulang di sejumlah literatur, termasuk surat Paul.
Dan dalam surat kepada Yahudi menyatakan: "Jelas bahwa Tuan kami merupakan keturunan dari Judah."Jadi bagaimana kami dapat membayangkan seorang Yahudi pada saat ini, seorang pria "berusia sekitar 30 tahun ketika dia memulai," menurut Luke surat 3?
Pada 2001 pakar forensik antropologi Richard Neave menciptakan sebuah model pria Galia dari dokumenter BBC, Anak Tuhan, dengan menggunakan tengkorak asli yang ditemukan di wilayah itu.
Dia tidak mengklaim itu merupaka wajah Yesus. Itu berarti sangat sederhana untuk membisikan kepada orang-orang agar mempertimbangkan Yesus merupakan seorang pria pada masa dan waktunya, sejak kita tak pernah diberitahukan dia tampak istimewa.
Untuk semua yang mungkin dilakukan dengan pemodelan tulang kuno, saya pikir korespondensi mengenai seperti apa sebenarnya sosok Yesus, dapat ditemukan melalui gambaran yang paling dekat yaitu Musa di dinding sinagoga Dura-Europos yang dibangun abad ke-3.
Musa digambarkan menggunakan pakaian yang tidak berwarna. Ada rumbai di mantelnya.
Tampaknya, gambaran ini lebih tepat dan memiliki dasar historis dibandingkan adopsi Yesus dari masa Bizantium, yang telah menjadi standar: dia memiliki rambut yang pendek dan dengan janggut yang tipis, dia menggunakan tunik pendek, dengan lengan pendek dan selendang.
Joan Taylor adalah guru besar Christian Origins and Second Temple Judaism di King's College London dan penulis The Essenes, the Scrolls and the Dead Sea.
Banyak orang berkumpul di sekitar Yesus. Mereka ingin mendengar Dia menuturkan kisah-kisah. Mereka ingin mendengar Dia mengajar tentang surga.
Ketika orang-orang sakit, Yesus menyembuhkan mereka. Dia menyembuhkan orang-orang yang tidak dapat melihat. Dia menyembuhkan orang-orang yang tidak dapat mendengar.
Suatu hari beberapa orang membawa anak-anak kecil mereka untuk melihat Yesus. Mereka ingin Dia memberi anak-anak mereka sebuah berkat. Para murid Yesus memberi tahu orang-orang agar jangan mengganggu Yesus. Mereka mengira Dia terlalu sibuk.
Yesus tidak terlalu sibuk. Dia memberi tahu para murid agar membiarkan anak-anak kecil datang kepada-Nya. Dia mengatakan bahwa kerajaan surga milik orang-orang yang seperti anak-anak kecil.
Yesus mengasihi semua anak. Tidak menjadi soal siapa Anda, seperti apa Anda, atau di mana Anda tinggal. Yesus mengasihi Anda!
Tampilkan Bahasa Isyarat Saja
Hanya Bisa Download Publikasi
VOLUME 7 UNIT 19 SESI 5
JUDUL : MASA KECIL YESUS
PEMBICARA : KAK PAOLINE & KAK LINA
Injil Lukas hanya mencatat dua kisah tentang masa kanak-kanak Yesus: penyerahan-Nya (Lukas 2:21-40) dan kunjungan-Nya ke Bait Allah ketika Dia berusia 12 tahun (Lukas 2:41-52). Injil Matius memasukkan cerita lain: kunjungan orang-orang Majus. Kisah-kisah tentang Yesus ketika masih kecil ini menjadi jembatan bagi pelayanan Yesus sebagai orang dewasa.
Setelah Yesus lahir, Allah menempatkan bintang di langit sebagai tanda. Orang Majus dari timur mengikuti bintang ke Yerusalem, mencari raja baru. Mereka menemukan Yesus, yang mungkin berusia 1 atau 2 tahun, di Betlehem dan mereka menyembah Dia sebagai Raja. Kemudian, Yesus dan keluarga-Nya menetap di Nazaret, di mana Yesus dibesarkan.
Pada zaman Alkitab, seorang anak laki-laki Yahudi dianggap telah dewasa pada usia 13 tahun. Ayahnya akan melatihnya untuk memikul semua tanggung jawab orang dewasa—secara sosial dan spiritual. Yusuf adalah seorang tukang kayu, dan kemungkinan besar ia melatih Yesus dalam pekerjaannya. Ketika Maria dan Yusuf pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, Yusuf mungkin membawa Yesus, yang berusia sekitar 12 tahun, berkeliling kota untuk mengajari-Nya tentang pentingnya Bait Allah dan menjelaskan tujuan perayaan Paskah.
Orang tua Yesus pulang ke rumah setelah perayaan itu. Mereka menganggap Yesus ada di antara teman seperjalanan mereka, tetapi ternyata tidak. Yesus tinggal di Bait Allah. Maria dan Yusuf baru tersadar Yesus menghilang setelah satu hari berlalu. Mereka bergegas kembali ke Yerusalem dan akhirnya menemukan Dia di Bait Allah. Yesus bertanya kepada ibu-Nya, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Maria dan Yusuf tidak mengerti.
Tetapi Yesus adalah Anak Allah, dan Dia perlu menghormati Bapa-Nya yang sejati. Dalam semua ini, Yesus tidak berbuat dosa.
Alkitab tidak memberikan banyak rincian tentang masa kanak-kanak Yesus, tetapi kita tahu bahwa seiring bertambahnya usia Yesus, Dia bertambah “dewasa dan bijaksana” (Lukas 2:52). Yesus melaksanakan rencana Allah untuk mendamaikan dunia dengan diri-Nya (2 Kor. 5:19).
Allah mengutus Yesus ke bumi dengan suatu tujuan. Bahkan sebagai seorang anak, Yesus ingin menghormati Allah. Allah memberkati Yesus saat Dia bersiap untuk mengikuti rencana Bapa-Nya: mati di kayu salib dan menyelamatkan manusia dari dosa.
POIN AWAL BAGI KELUARGA
Pada mulanya adalah Firman. Firman itu ber-sama2 dengan Allah & Firman itu adalah Allah.
Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.
Ketika masih kuliah, suatu kali saya berangkat ke kampus naik angkot. Angkot itu ngetem agak lama karena menunggu penuh. Dari jendela angkot, saya melihat dua orang anak, mungkin kakak beradik, bermain-main di sekitar tempat berjualan makanan kecil di pinggir jalan, mungkin milik orang tua mereka. Saya melihat sang adik, seorang gadis kecil, menangis sejadi-jadinya sambil marah kepada kakak laki-lakinya yang usil mengganggu. Melihat adiknya menangis, sang kakak hanya tertawa-tawa. Ibu mereka yang mulai merasa terganggu lalu menegur anak itu, sambil membujuk putrinya agar diam. Selang beberapa menit, keduanya ternyata sudah kembali bercanda dan tertawa bersama. Melihat itu, saya tersenyum sendiri. Begitulah kepolosan anak-anak kecil.
Bacaan Injil hari ini berkisah tentang orang-orang yang membawa anak-anak kepada Yesus agar dijamah oleh-Nya. Akan tetapi, para murid melarang mereka, mungkin karena menganggap anak-anak tidak berperan dan tidak berpengaruh pada pengutusan Yesus. Hal itu membuat Yesus marah dan mengatakan agar para murid membiarkan anak-anak itu datang kepada-Nya. Alasan Yesus adalah: Orang-orang yang seperti anak-anak itulah yang empunya Kerajaan Surga. Yesus mau mengatakan bahwa kita harus menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil.
Kita tahu bahwa seorang anak kecil memiliki sikap jujur, lugu, terbuka, gembira, suka damai, tidak menyimpan dendam atau kemarahan, mudah memaafkan, dan bergantung pada orang yang lebih dewasa. Semua itu menunjukkan kepolosan dan ketulusan. Hati yang seperti itulah yang harus kita miliki agar boleh menerima Kerajaan Allah. Tanpa itu, kita tidak layak masuk ke dalamnya.
Apakah kita yang saat ini sudah bukan anak kecil lagi masih memiliki hati seperti hati seorang anak kecil? Mungkin kebanyakan dari kita akan mengatakan “tidak”. Seiring dengan pertambahan usia, kita semakin memiliki banyak kemampuan dan semakin mandiri. Kemandirian ini membuat kita mampu menentukan apa yang menjadi pilihan dan kesukaan kita, serta membuat kita tidak lagi bergantung pada pihak lain. Sisi negatifnya, sering kali kita lalu menolak masukan, kritikan, atau peringatan dari orang lain, juga dari Tuhan sendiri. Ketika ada yang mengingatkan tentang hal yang kurang pas, kita malah tersinggung, marah, dan merasa diremehkan.
Hal itu menunjukkan bahwa hati seorang anak tidak lagi kita miliki. Yang menjadi penyebab utamanya adalah karena kita menempatkan diri lebih dari orang lain dan lebih dari apa adanya kita. Karena itu, agar memiliki hati seperti seorang anak kecil, marilah kita merendahkan diri dan menerima diri kita apa adanya, dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian, kita akan tetap terbuka kepada Allah dan sesama.
Selain itu, dalam bacaan Injil hari ini, kita melihat Yesus yang sangat memperhatikan keselamatan dan pembinaan rohani anak-anak. Sebagai orang tua atau orang sudah dewasa, hendaknya kita juga senantiasa memperhatikan kehidupan rohani anak-anak kita dan menuntun mereka kepada Kristus.
Saudara-saudari terkasih, semoga kita menjaga hati kita agar menjadi seperti hati seorang anak kecil; semoga kita juga selalu memperhatikan pembinaan iman anak-anak kita.
Seperti apa sosok Yesus yang sebenarnya?
Sumber gambar, Thinkstock
Setiap orang mengetahui seperti apa sosok Yesus. Dia merupakan figur yang paling banyak dilukis dalam semua bidang seni di negara-negara Barat, dikenal dengan rambut, janggut, dan jubah berlengan panjang, yang sering kali berwarna putih dan mantel berwarna biru.
Tetapi apakah sosok dia memang seperti itu? Bisa jadi tidak.
Faktanya dengan gambar Yesus yang sangat terkenal ini sebenarnya berasal dari era Bizantium, dari abad ke-4 Masehi, dan gambaran Yesus dari masa ini bersifat simbolik, semuanya mengenai makna, tidak akurat secara historis.
Mereka berpegang pada gambar dari tahta kekaisaran, seperti yang kita lihat di mosaik altar di Gereja Santa Pudenziana di Roma.
Yesus menggunakan pakaian toga berwarna emas.
Dia merupakan penguasa surgawi yang menguasai seluruh dunia, sosoknya sangat akrab mulai dari patung terkenal dengan rambut panjang dan berjanggut seperti Dewa Zeus dari Olympia yang berada di tahta, sebuah patung yang juga terkenal yaitu Kaisar Roma Augustus telah meniru dirinya dengan gaya yang sama (tanpa rambut panjang berwarna keemasan dan janggut).
Seniman Bizantiun berupaya untuk menunjukkan Kristus penguasa surgawi sebagai raja kosmik, menjadikan dia sebagai Zeus versi muda. Apa yang terjadi pada saat visualisasi Kristus surgawi -saat ini seringkali dibuat ulang seperti keturunan hippie- telah menjadi model standar kita tentang penggambaran awal Yesus.
Jadi seperti apa sebenarnya sosok Yesus?
Mari kita lihat dari kepala sampai ujung kaki.
Masa kecil seseorang merupakan masa-masa yang paling menyenangkan. Masa kecil itu juga merupakan suatu proses pengenalan diri seorang anak secara maksimal. Oleh sebab itu, ada banyak orang tua yang mengajarkan dan mengarahkan anaknya dengan baik dan benar agar mereka berkembang dengan baik.
Injil Lukas terbilang paling lengkap mengisahkan kelahiran Yesus. Hanya Lukas, satu-satunya penulis yang menceritakan kisah Yesus dari masa kanak-kanak sampai beranjak dewasa. Lukas 2:22, tertulis: “dan ketika genap waktu penahiran, menurut Hukum Taurat,” juga kita temukan di Imamat 12:1-2, 6, “Tuhan berfirman kepada Musa, demikian: Katakanlah kepada orang Israel, apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung terkukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan dengan menyerahkannya kepada Imam.” Ini dapat disimpulkan bahwa setelah melahirkan, seorang perempuan dianggap tidak tahir, dia harus tinggal di dalam rumah selama tujuh hari dan pada hari ke delapan bayinya (jika laki-laki) harus disunat. Ketika Yesus genap berumur delapan hari, Ia harus disunatkan menurut ketentuan Hukum Taurat sebagai TANDA bahwa anak itu dipersembahkan untuk Tuhan (Kej. 17:9; Im. 12:3). Karena Yesus, Sang Mesias lahir dari orang Yahudi maka Ia menggenapi TAURAT. Sunat menjadi syarat dalam Hukum Taurat untuk menunjukkan bahwa mereka menepati janji mereka kepada Allah, dimana setiap keturunan laki-laki Abraham harus disunat. Hal ini berarti bahwa Kristus datang juga untuk menggenapkan Hukum Taurat.
Sebagai umat Tuhan, kita memiliki tanda (identitas), yaitu: iman kita kepada Kristus. Tanpa iman kepada Kristus maka kita bukanlah umat Allah yang hidup dalam perjanjian yang baru di dalam Kristus. Mari kita pelihara identitas yang baru dan menaati segala perintah-Nya di dalam Kristus agar kehidupan kita semakin menyenangkan hati-Nya.
STUDI PRIBADI: Mengapa Tuhan Yesus harus dibawa ke Yerusalem oleh kedua orang tua-nya? Apa tanda yang paling penting bagi kita sebagai ciptaan yang baru di dalam Kristus?
Pokok Doa: Berdoa agar kedewasaan rohani Jemaat Allah bertumbuh dalam pengenalan yang benar terhadap Firman-Nya. Setiap kesempatan terbuka bagi umat Allah untuk memberitakan kabar sukacita Injil Kristus.
Bab 33: Menampakkan Diri dalam Kemuliaan: Perubahan Rupa